Senin 09 Dec 2019 16:33 WIB

GoniGoni, Startup Penghubung Bank Sampah dengan Konsumen

Para nasabah yang bertransaksi di Gonigoni akan memperoleh poin dan bisa ditukarkan.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Dwi Murdaningsih
Bank Sampah (Ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Bank Sampah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG- Sekelompok mahasiswa Telkom University menciptakan aplikasi startup bernama GoniGoni. Keberadaannya menjadi penghubung bagi masyarakat yang hendak menjual sampah rumah tangga ke bank sampah.

CEO Gonigoni, Firza Maulana (19) mahasiswa jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Terapan, Telkom University memulai menjalankan program tersebut pada Agustus 2019. Saat itu, layanan aplikasi Gonigoni masih menggunakan media whatsapp.

Baca Juga

"Aplikasi bank sampah (Gonigoni) mulai ada pertengahan Agustus 2019. Untuk bisnisnya berjalan sejak awal Agustus tapi masih pakai Whatsapp," ujarnya, Senin (9/12).

Aplikasi yang dibuatnya, ia mengungkapkan merupakan layanan bagi nasabah yang ingin pengelolaan sampahnya dikelola bank sampah. Menurutnya, terlebih dahulu nasabah melakukan registrasi pada layanan Gonigoni.

Kemudian, nasabah bisa mengajukan permintaan penarikan sampah dan bisa berlangganan sebagai nasabah bank sampah. Para nasabah yang bertransaksi di Gonigoni akan memperoleh poin dan jika sudah terkumpul banyak bisa ditukarkan untuk mendapatkan produk seperti tiket menonton bioskop.

"Kita melayani kebutuhan bank sampah menggunakan aplikasi. Kita tetap dampingi para pelaku bank sampah," ujarnya.

Menurutnya, jika nasabah sudah mengajukan permintaan pengambilan sampah maka bank sampah akan datang untuk memverifikasi dan mengambil sampah.

"Sudah ada lebih 100 orang yang menggunakan fasilitas layanan ini," ungkapnya.

Ia mengatakan sudah bekerjasama dengan beberapa bank sampah yang berada di wilayah Telkom University seperti di Baleendah, Bojongsoang dan di daerah Kopo. Menurutnya, sampah rumah tangga milik nasabah yang berhasil dikelola oleh bank sampah bisa mencapai 120 kilogram perbulan.

Firza bercerita sejak masuk kuliah sudah memiliki ide membuat aplikasi startup. Namun bisa terealisasi di semester 5 dan mengangkat permasalahan-permasalahan lingkungan. Ia mengatakan pengelolaan sampah yang tidak baik hanya akan menimbulkan bencana bagi semua masyarakat seperti kasus di TPA Leuwigajah, Cimahi beberapa tahun silam.

Menurutnya, biaya untuk memulai mengembangkan Gonigoni sebesar Rp 20 juta. Sedangkan untuk kebutuhan anggaran sendiri mencapai Rp 100 juta. Saat ini, ia mengaku masih terus mengembangkan layanan aplikasi agar lebih bagus termasuk mencari dana pengembangan.

"Kita udah menghabiskan dana Rp 20 juta untuk pengembangan," katanya.

Menurutnya, aplikasi yang dibuatnya berhasil menjadi juara 2 pada kompetisi yang diadakan Rumah Zakat serta pernah ke Korea Selatan karena menjadi peringkat dua untuk aplikasi tersebut di acara pemuda.

"Kita juga jadi 150 startup terbaik di Indonesia diajang inkubator yang diadakan salah satu media bekerjasama dengan layanan transportasi online. Saat itu pesertanya 1400 lebih," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement