Selasa 03 Dec 2019 15:05 WIB

Menristek Bentuk Roadmap agar Peneliti Indonesia Raih Nobel

Tak hanya melibatkan peneliti di Indonesia, tetapi juga para peneliti di luar negeri.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro bersama peneliti yang tergabung dalam Ikatan Alumni Riset Pro (IASPro), di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (3/12).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro bersama peneliti yang tergabung dalam Ikatan Alumni Riset Pro (IASPro), di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (3/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah berniat membentuk roadmap masa depan untuk menjadikan peneliti Indonesia meraih penghargaan Nobel. Hal itu disampaikannya karena melihat potensi yang besar dari para peneliti di Indonesia.

"Maka dari itu roadmap-nya mau kita bangun, tidak hanya melibatkan peneliti kita yang ada di Indonesia, tetapi juga para peneliti kita yang ada di luar (negeri)," ujar Bambang di Hotel Grand Sahid, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (3/12).

Baca Juga

Ia menjelaskan, jika seorang warga dapat meraih penghargaan Nobel, tentunya akan menjadi kebanggan tersendiri baginya. Selain itu, penghargaan itu jadi sesuatu yang dapat tanda bahwa negara asal sang peneliti dipandang dunia internasional.

"Warga negara suatu negara arau bangsa mendapatkan Nobel itu tak hanya meningkatkan prestige dari individu, tapi juga meningkatkan derajat dari bangsanya," ujar Bambang.

Kemenristek juga berencana untuk mengajak para peneliti yang berada di luar negeri untuk berkolaborasi dengan peneliti dalam negeri. Sebab selama ini, ia menilai para peneliti Indonesia belum bekerjasama untuk menghasilkan peneilitian yang maksimal.

"Mungkin tidak dalam lima tahun ini, tapi harus dipersiapkan dari sekarang dan harus di-lead harus dipimpin, upayanya, tidak bisa mengandalkan individu atau lembaga secara sendiri-sendiri," ujar Bambang.

Guna mewujudkan hal tersebut, ia juga mengakak para peneliti Indonesia untuk mengambil program-program beasiswa luar negeri yang saat ini telah tersedia. Sebab, untuk memunculkan peraih Nobel, sumber daya manusia di Indonesia juga perlu ditingkatkan.

Dengan pengalamannya saat mengambil studi di luar negeri, diharapkan ilmu yang diperoleh seorang peneliti dapat dibagikan di Indonesia. Agar menambah jumlah peneliti, yang dinilai Bambang masih kurang untuk saat ini.

"Saya ingin para peneliti itu tidak hanya pulang dengan bekal ilmu atau oendekatan tebaru soal teknologi. Tapi pulang dengan membawa passion yang bisa tahu rasanya peneliti yang benar," ujar Bambang.

Kemenristek/BRIN juga mendorong para lembaga penelitian untuk melakukan kolaborasi dalam sebuah penelitian. Dengan begitu, diharapkan dapat menghasilkan penelitian kelas dunia.

"BRIN ini nantu tugasnya melakukan perencanaan, pemrograman, pengangaran, sampai monitoring evaluasi, dan sharing infrastruktur untuk semua litbang yang ada di Indonesia," ujar Bambang.

Ketua Ikatan Alumni Riset Pro (IASPro) Nugroho Adi Sasongko menyambut baik rencana dari Kemenristek/BRIN. Sebab, memang sudah saatnya peneliti Indonesia harus lebih menunjukkan kapasitasnya di kancah dunia.

"Pak Menristek saya pikir relevan ngomong bicara tentang masa depan riset Indonesia, bahkan harus dibikin roadmap untuk mendapatkan Nobel," ujar Nugroho.

Riset Pro merupakan program untuk peningkatan kapasitas LPNK melalui program beasiswa, penyusunan kebijakan peningkatan kelembagaan dan pendanaan riset. Selain itu, ini merupakan upaya meningkatkan kapasitas dan potensi peneliti Indonesia untuk menguasai ilmu dan teknologi dengan cara dikirimkan ke beberapa negara yang dianggap memiliki kompetensi sesuai bidang yang diminati oleh penerima program.

Nugroho menjelaskan, teman-temanya yang menjadi penerima manfaat Riset Pro sebenarnya adalah peneliti yang berkualitas. Bahkan, beberapa diantaranya tak jarang meraih penghargaan tingkat nasional ataupun internasional.

Namun, rumitnya administrasi di Indonesia, terkadan menjadi kendala seorang peneliti sulit berkembang lebih. Sebab, mereka lebih sering mengurusi hal-hal yang tak berkaitan dengan tema penelitiannha.

"Peneliti sibuk sama ngurus dokumen-dokumen administrasi, itu urgen tapi gak esensial," ujar Nugroho.

Karena itu, jika rencana tersebut terealisasi, ia berharap kiprah peneliti Indonesia dapat lebih bersinar di kancah internasional. Serta menjadi pemicu peneliti lain untuk menghasilkan penelitian yang memiliki manfaat ke masyarakat.

"Kalau kita ada publikasi bersama atau riset bersama, itu chance untuk mendapatkan penghragaan internasional. Itu sebenrnya penghargaan riset kita, itu semakin tinggi poinnya," ujar Nugroho.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement