Jumat 26 Jul 2019 09:46 WIB

Kemenristekdikti: Industri Radar Didominasi Produk Asing

Indonesia harus segera menginisiasi program transformasi pertahanan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) menilai pentingnya kepemilikan industri radar nasional yang berkualitas demi daya saing bangsa. Kemenristekdikti berupaya menetapkan standar sekaligus dukungan agar industri radar nasional dapat berkembang.

Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe mengatakan transformasi pertahanan menempatkan teknologi militer sebagai variabel utama yang akan memungkinkan Indonesia untuk melakukan revolusi teknologi militer. Namun Indonesia harus lebih dulu mampu mengembangkan kapasitas adopsi teknologi militer yang akan meningkatkan komponen-komponen militer secara signifikan.

Baca Juga

"Pengembangan kapasitas adopsi teknologi militer ini akan tergantung dari kemampuan Indonesia untuk memperkuat industri-industri pertahanan nasional”, kata Jumain dalam Rapat Koordinasi Audit Teknologi Industri Radar pada Kamis, (25/7).

Jumain menyatakan untuk dapat menjadi bagian dari revolusi teknologi militer, Indonesia harus segera menginisiasi program transformasi pertahanan. Transformasi pertahanan hanya dapat dilakukan Indonesia jika Indonesia memiliki kapasitas adopsi teknologi militer yang memadai.

Berdasar pada tren perkembangan teknologi pertahanan tersebut, maka ditetapkan tujuh prioritas Iptek bidang pertahanan yang harus dikembangkan. Yaitu pesawat tempur, kapal selam, kapal perang, radar, roket/rudal, kendaraan tempur dan propelan.

“Pembangunan Industri Radar Nasional adalah sebuah kebutuhan mendesak yang penting dan dapat segera diwujudkan. Keberadaannya penting, di samping untuk meningkatkan deterrent power, juga penting untuk meningkatkan kemampuan operasional dan kemandirian pembinaan peralatan radar serta menguntungkan perekonomian nasional terkait dengan penghematan devisa dan penyerapan tenaga kerja," ujarnya.

Kemudian, Direktur Sistem Inovasi Kemenristekdikti Ophirtus Sumule mengatakan Instrumen radar di Indonesia dinilai masih kurang. Salah satu penyebabnya karena teknologi ini masih terbilang mahal. Ketersediaan radar di Indonesia masih terbilang sedikit dibanding dengan luasnya wilayah Indonesia. Masih banyak daerah di Indonesia yang tidak terpantau oleh radar yang sudah ada, khususnya di daerah terpencil serta daerah dengan lokasi pegunungan.

“Oleh karena itu, dibutuhkan upaya penguasaan teknologi radar melalui alih teknologi. Kemampuan yang harus disediakan dalam pengembangan radar antara lain adalah kemampuan desain, kemampuan di bidang konstruksi mekanik, kemampuan di bidang elektronika, kemampuan di bidang IT dan networking, dan kemampuan di bidang teknologi material," tegasnya.

Sementara itu, Direktur PPIMTE-BPPT, Andhika Prastawa menyebut radar yang sudah beroperasi di Indonesia yaitu radar hanud (berjumlah 19 Unit dengan komposisi: 6 unit Radar Thomson TRS 2230 D Radar Generasi Ketiga, 4 unit Radar Plessey AWS II, 3 unit Radar Siemens-Plessey dan 6 unit Radar Master T buatan Thales-Perancis), radar pesawat tempur dan radar kapal perang.

Sayangnya radar janud, radar pesawat tempur dan radar kapal perang sebagian besar merupakan radar buatan luar negeri. Karena pada saat ini industri dalam negeri belum mampu membuat radar jenis tersebut.

Walau demikian beberapa jenis radar pantai seperti Radar Isra dan Radar Indra telah dikembangkan oleh institusi litbang dan industri swasta nasional. "Pengembangan radar pantai perlu dilakukan untuk memenuhi spesifikasi pengguna antara lain peningkatan jarak jangkauan yang lebih jauh. Bahkan ke depan industri nasional diharapkan mampu membuat Long Range Radar Surveillance 3D melalui produksi bersama maupun bentuk alih teknologi lainnya," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement