Rabu 31 Jul 2019 14:06 WIB

Mahasiswa UGM Buat Alat Pengubah Plastik Menjadi Bahan Bakar

Alat buatan mahasiswa UGM menggunakan prinsip pirolisis.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Para siswa SD Islam Terpadu Nur Hidayah Solo memperingati Hari Anak Nasional 2019 dengan kegiatan peduli lingkungan memanfaatkan sampah plastik, Selasa (23/7).
Foto: dok. SDIT Nur Hidayah Solo
Para siswa SD Islam Terpadu Nur Hidayah Solo memperingati Hari Anak Nasional 2019 dengan kegiatan peduli lingkungan memanfaatkan sampah plastik, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) sukses kembangkan alat pengubah limbah anorganik seperti sampah plastik menjadi bahan bakar. Bahkan, bisa berupa bio oil dan biogas.

Alat itu berupa furnace atau pemanas yang dinamai Al-Production yang dibuat Yanditya Affan Almada dari D3 Teknik Mesin Sekolah Vokasi. Affan dibantu Refandy Dwi Darmawan dari Fakultas Kehutanan.

Baca Juga

"Kami mengembangkan teknologi yang mampu mengubah sampah anorganik seperti plastik menjadi bahan bakar melalui proses pirolisis," kata Affan di Kampus UGM, Rabu (31/7).

Affan menggunakan mekanisme pirolisis atau proses memanaskan plastik tanpa oksigen temperatur tertentu dan teknik destilasi. Sedangkan, peralatan yang dikembangkan berupa pipa.

Pipa itu terhubung dengan tabung kedap udara bertekanan tinggi berbahan stainless steel. Tapi, untuk sumber energi yang berfungsi sebagai pemanas menggunakan aliran listrik.

 

Awalnya, lanjut Affan, mereka kembangkan dengan menggunakan sumber energi api. Tapi, hasilnya kurang bagus karena suhu yang dihasilkan tidak bisa dikontrol.

"Lalu kita ubah dengan energi listrik dan hasilnya lebih optimal," ujar pria asal Dusun Beran, Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, DIY, tersebut.

Cara kerja alatnya dimulai dengan memasukan sampah plastik ke dalam tabung vakum. Setelah itu, tabung dipanaskan hingga mencapai 450-550 derajat Celcius.

Sekitar 30 menit kemudian, keluar tetesan-tetesan minyak dari pipa setelah melewati jalur pendinginan. Affan menjelaskan, pengembangan ini mulai mengembangkan alat ini sejak duduk di bangku SMA.

Tepatnya, pada 2015 silam. Saat itu, dia mengikuti lomba karya tulis ilmiah tentang penelitian pirolisis, yang menjadi awal ketertarikan mengeksplor lebih dalam soal proses mengkonversi jadi bahan bakar.

"Lalu, saya mulai ikut lomba dan sempat dapat juara harapan di tingkat kabupaten. Dari situ saya mulai mencoba membuat alatnya," kata alumni SMA 1 Jetis Bantul itu.

Sejauh ini, alat dibuat berdasarkan pesanan saat ini tidak kurang dari enam alat pemanas yang telah dibuat. Produksi alat pertama dibuat 2017 lalu berukuran kecil.

Kapasitasnya 2-3 liter yang dijual seharga Rp 20 juta. Selain itu, Affan pernah membuat alat ukuran sedang dengan kapasitas 10 liter dengan harga Rp 35 juta.

 

Affan menyebutkan alat yang dikembangkan ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan produk sejenis dipasaran. Salah satunya menggunakan listrik untuk proses pemanasan.

Sedangkan, kebanyakan produk yang sudah ada dalam negeri menggunakan sumber energi berupa api untuk proses pemanasan. Sehingga, lanjut Affan, suhu kurang terkontrol.

"Di luar negeri sudah ada alat pemanas, tapi hanya untuk memanaskan atau uji material, kalau alat kami dilengkapi destilator, sehingga bisa digunakan untuk proses pirolisis yang mengubah sampah plastik jadi bahan bakar," ujar Affan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement